Pages

Monday, December 21, 2009

Benarkah Dunia Maya Bebas Sepenuhnya?

Biarpun dunia maya menjadi semakin meriah dengan pelbagai ragam dan menjadi perhatian ramai, namun, perlu diingat bahawa komunikasi yang berlaku secara maya masih juga dilindungi undang-undang. Pelbagai tulisan dalam pelbagai bentuk masih lagi dilindugi undang-undang negara seperti akta fitnah, akta hasutan, akta hak cipta dan sebagainya.

Saya pernah kemukakan beberapa petikan dari pelbagai sumber tentang bagaimana emel mampu memberi kesan yang tidak terjangkakan apabila si penulisnya tidak berwaspada. Ianya boleh dirujuk di sini.




Berikut adalah satu lagi kes yang berlaku di negara jiran, Indonesia. Tulisan ini dipetik dihttp://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2009&dt=1213&pub=Utusan_Malaysia&sec=Luar_Negara&pg=lu_02.htm

Derma bantu wanita dipenjara

JAKARTA 12 Dis. - Simpati dengan nasib yang menimpa seorang ibu, rakyat Indonesia dari Aceh. hingga ke Bali, sepakat mendermakan wang mereka termasuk duit syiling sebagai tanda sokongan kepada wanita itu yang dipenjara kerana mengkritik khidmat penjagaan kesihatan melalui e-mel yang dikirim kepada rakan-rakannya.

Dalam satu kes yang mendapat tumpuan di Indonesia, orang ramai mengumpul wang bagi membantu Prita Mulyasari, 32, membayar denda berjumlah 204 juta rupiah (RM74,900) selepas dia disabit kesalahan atas tuduhan fitnah oleh sebuah mahkamah tempatan di pinggir Jakarta. Rakyat Indonesia merasa sangat tersentuh dengan kes itu sehingga para sukarelawan tampil mengutip derma di jalan-jalan raya, di pejabat, tadika dan menyiarkan maklumat mengenai Prita di laman web sosial Facebook, bagi menunjukkan cara bagaimana laman web itu boleh menggerakkan orang ramai di seluruh negara bagi mengumpulkan wang untuk membantu wanita itu. Menariknya, bukan sahaja golongan kaya tampil menderma, golongan pengemis dan penyanyi jalanan turut terpanggil membantu, walaupun sekadar menderma duit syiling.

"Ini adalah kali pertama rakyat Indonesia bertindak untuk membantu seseorang dengan mendermakan wang mereka. Kami simpati kepadanya. Sebagai ibu, saya rasa saya juga memerlukan bantuan yang sangat besar jika berada di tempatnya,'' kata seorang sukarelawan, Esti Gunawan.

Kisah Prita bermula tahun lalu apabila pekerja bank dan ibu kepada dua anak itu mengirim e-mel tidak rasmi kepada 20 rakannya, memberitahu tentang layanan buruk yang diterima di Hospital Antarabangsa Omni di luar Jakarta. Prita yang pada mulanya dikesan menghidap demam denggi di hospital itu, hanya mengetahui dia sebenarnya menghidap beguk selepas dipindahkan ke hospital lain. E-mel yang ditulisnya telah dihantar tanpa pengetahuannya kepada orang lain sebelum ia dikesan hospital Omni yang memfailkan dakwaan fitnah.

Ibu itu yang masih menyusukan anak keduanya, telah dihukum penjara pada Mei lalu dan didakwa atas tuduhan fitnah yang boleh membawa hukuman penjara maksimum enam tahun. Dia bagaimanapun dibebaskan selepas 21 hari dengan janji tidak melarikan diri atau memusnahkan bukti, di tengah-tengah bantahan kuat daripada media, aktivis blog dan ahli politik termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. - AFP
Hal ini mendapat liputan meluas di negara tersebut. Antaranya boleh dibaca dalam majalah Kompas seperti berikut http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/06/03/1112056/inilah.curhat.yang.membawa.prita.ke.penjara

Inilah Curhat yang Membawa Prita ke Penjara

Rabu, 3 Juni 2009 11:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com—Prita Mulyasari, ibu dua anak, mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten, gara-gara curhatnya melalui surat elektronik yang menyebar di internet mengenai layanan RS Omni Internasional Alam Sutera. Kisah Prita bermula saat ia dirawat di unit gawat darurat RS Omni Internasional pada 7 Agustus 2008. Selama perawatan, Prita tidak puas dengan layanan yang diberikan. Ketidakpuasan itu dituliskannya dalam sebuah surat elektronik dan menyebar secara berantai dari milis ke milis. Surat elektronik itu membuat Omni berang. Pihak rumah sakit beranggapan Prita telah mencemarkan nama baik rumah sakit tersebut beserta sejumlah dokter mereka. Seperti apakah surat Prita yang membawanya ke penjara?

Berikut ini adalah surat prita:
RS OMNI DAPATKAN PASIEN DARI HASIL LAB FIKTIF
Prita Mulyasari suara Pembaca

Jangan sampai kejadian saya ini menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.

Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandar International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.

Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah trombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr I (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.

dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.

Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.

Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.

Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.

Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.

Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.

Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja.

Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.

Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.

dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.

Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.

Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.

Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.

Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.

Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan. Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista. Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.

Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.

Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.

Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.

Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.

Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.

Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.

Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.

Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.

Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.

Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.

Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan. Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.

Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.

Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.


Salam, Prita Mulyasari
Alam Sutera
http://www.detiknews.com/read/2009/06/02/120204/1141289/10/bebaskan-prita-gencar-di-facebook

Selasa, 02/06/2009 12:02 WIBMenulis di Internet Dipenjara'Bebaskan Prita' Gencar di FacebookNurul Hidayati - detikNewsFacebook
Jakarta - Obrolan hangat di kalangan 'aktivis' milis atau pun blogger saat ini adalah Prita Mulyasari. Ibu dua anak yang masih kecil-kecil itu ditahan di LP Wanita Tangerang sejak 13 Mei lalu dengan tuduhan pencemaran nama baik RS Omni International Tangerang lewat internet. Penahanan Prita yang diadili 4 Juni mendatang itu dinilai berlebihan. Alhasil, 'penggiat' internet pun ramai-ramai membelanya, termasuk lewat Facebook.Support itu bertajuk "DUKUNGAN BAGI IBU PRITA MULYASARI, PENULIS SURAT KELUHAN MELALUI INTERNET YANG DIPENJARA".
Hingga pukul 11.30 WIB, Selasa (2/6/2009) grup ini telah memiliki 5.910 member. Grup ini menargetkan mengumpulkan 7.500 member. Aspirasi kelompok perjuangan ini adalah 'Bebaskan Ibu Prita Mulyasari Dari Penjara dan Segala Tuntutan Hukum' dengan 3 poin:
1. Cabut segala ketentuan hukum pidana tentang pencemaran nama baik karena sering disalahgunakan untuk membungkam hak kemerdekaan mengeluarkan pendapat
2. Keluhan/curhat ibu Prita Mulyasari thd RS Omni tidak bisa dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE
3. Keluhan/curhat Ibu Prita Mulyasari dijamin oleh UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
4. RS Omni hendaknya memberikan HAK JAWAB, bukan melakukan tuntutan perdata dan pidana atas keluhan/curhat yg dimuat di suara pembaca dan di milis2Kisah tragis Prita ini dimulai ketika Prita menulis keluhannya lewat email ke sejumlah rekannya pada medio Agustus 2008 setelah komplainnya kepada pihak RS tidak mendapat respons memuaskan. Isinya kekesalan Prita pada pelayanan RS Omni yang telah dianggapnya telah membohonginya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas.
Prita juga menyesalkan sulitnya mendapatkan hasil lab medis.Tak dinyana, tulisan Prita menyebar ke berbagai milis. Pihak RS Omni telah menjawab tulisan Prita lewat milis dan memasang iklan di media cetak. Tak cukup itu, RS itu juga memperkarakan Prita ke pengadilan. Prita dijerat dengan UU Informasi dan Traksaksi Elektronik (ITE) dengan hukuman maksimal 6 tahun atau denda Rp 1 miliar. (nrl/iy)

Tulisan berikut turut mendedahkan tentang bagaimana emel yang ditulis mampu mengubah nasib seseorang walaupun apa yang ditulis tersebut hanyalah luahan rasa tidak puas hati yang ditujukan kepada teman-temannya sahaja. Tulisan ini dipetik dari http://hubpages.com/hub/Who-is-Prita-Mulyasari-Emailing-can-kill-you

Who is Prita Mulyasari? Emailing can kill you..

By
Tri Pudjo

Prita Mulyasari (32) wants to go home ….
It is already well-known that social sites like FaceBook are being utilised even by Indonesians to get connected to friends and families. In this order, Prita—living in Jakarta, Indonesia--also uses this social media to enter into the communication highway and exchange information with her friends, and the rest of the virtual world. But it is rather ironic for Prita, that especially thru the habit of making use of this method, that she got jailed by expressing her opinions …
She misses her family and all she wants is …. to go home .…

Happy Days

This picture was being uploaded by Prita and the whole virtual world can see this on the internet. She is one of the scarce millions of Indonesians who utilizes the internet to interact with others by using the social media sites and forums. It is sad to hear that especially due to her openness and frankness in communicating things thru the internet that she got jailed and is now being detained in the Women's Prison at Tangerang, Banten (a part of bigger Jakarta).

Perkembangan mutakhir tentang kisah ini saya kutip pada Ahad, 20 Disember 2009 dalam Mingguan Malaysia, di http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2009&dt=1220&pub=Utusan_Malaysia&sec=Luar_Negara&pg=lu_a.htm
Prita is imprisoned since May 13, 2009. She is awaiting to stand a criminal case trial at the Tangerang District Court next Thursday, June 4, 2009.

Damaging the Unblemished Respectability

In August 15, 2008 Prita wrote an email expressing her disappointment about the treatment that the Omni International Alam Sutera Hospital (OIAS) in Tangerang town had given her on her hospital visits. Without any prior given notice Justice Dept officers one day came to her workplace and requested that she accompanied them to the precinct. She was not even given the opportunity to go home, to explain and talk to her kids and husband. She is being accused of insulting the OIAS and its reputation. Until now her children was given the pretext that their mother is sick in the hospital. They were not being informed that their mother was behind bars.
Hospital Customer-Orientation.

The email that Prita sent out on the internet to her circle of friends was about her encounters with the hospital. OIAS was supposed not to give her accurate information on certain medical issues and lab results. She was not being treated properly and courteously. Furthermore, there seems to be a mistrust that some prescribed medication was given erroneously, as there were some swelling on her arms and face as a result thereof. Dissatisfied with this customer & patient conduct, Prita decided to go to another hospital, and air out her disillusionment thru email and the internet.

The OIAS attorney affirmed that Prita has ruined the excellent reputation of the hospital. To begin with OIAS had requested Prita to withdraw the statement that she had released in the internet, but she did not do so. And therefore, due to such a non-response from her, OIAS attorney filed a claim against Prita.

The OIAS Prosecution

This charge should be in accordance with the existing local bylaws, which is in line with the interpretation by OIAS attorney whereby the issue should be dealt with in congruence with a criminal act. Prosecutors charged Prita for violating Articles 27, of the Electronic Information Transaction Law and Articles 310 and 311 of the Criminal Code. Therefore the sentence of such illegal act is detention.
The above articles carry a maximum sentence of 6 years in jail.

Is This A Criminal Act?

Prita’s defending legal representative had made the argument that in such a case as Prita’s, there is not a judicious line of reasoning to be found, that such a subject matter is an illegal criminal act. Never before in the civilised world is a precedent, that such a case is regarded as an illegal criminal act. By all means, if any, then such a case should be regarded as a civil act and should be dealt with accordingly, and certainly not by imprisonment.

The legal proceedings which were put into effect against Prita were against all norms of legal consult in the rest of the civilised world. It seems that the legal system is justifiably made and interpreted for the suppression of its individuals, and not for the improvement of society as a whole. Such a case is a terrific example of the total disregard of human rights by the ruling system.

How Long Is The Change Process?

It seems that the system and its ruling class still need some time and personal self-assessment of specific individuals running the system, to enable them to make positive changes in society, which will benefit the general public, and not only for the sake and benefit of certain groups and/or individuals.

Well, I do believe, that in the end the country cetainly will ultimately change to become a well and just society. The question what we will have to answer is: how long do we have to wait for such a thing to materialize, and when can we expect that this will be happening?

Prita has requested for an appeal to the higher court of her case, which will commence on June 4th, 2009.

Prita Released

Prita has been released from the Women's Prison in Tangerang on June 3rd, 2009 in the evening. The government, human rights activists, netters have made a contrubution for her release, under the pre-condition that she may not leave town. Her trial is still in process.

Kutipan syiling untuk Prita cecah RM 200,000

Oleh borhan abu samah

JAKARTA - Duit syiling yang dikumpul bagi membantu seorang surirumah, Prita Mulyasari membayar denda kerana didapati bersalah menyebarkan e-mel berunsurkan fitnah mencecah lebih RM200,000. Jurucakap gerakan itu, Didi Nugrahadi berkata, duit syiling yang dikumpul hasil sumbangan dari seluruh Indonesia itu dikira di Jalan Langsat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.


Menurut Didi, jumlah tersebut hanya kutipan duit syiling dan wang kertas belum lagi dikira dan terdapat lagi sumbangan dari Batam dan Kalimantan yang belum tiba di Jakarta. Mengikut perancangan syiling berkenaan akan diserahkan kepada Prita pada 20 Disember bersempena Hari Persahabatan.

Sebelum ini Prita didenda oleh Mahkamah Tinggi Banten kira-kira RM60,000 kerana menyebarkan e-eml tentang rasa tidak puas hati terhadap layanan yang diterima daripada Hospital Omi Internasional di Tangerang dekat sini. Pada masa sama Prita juga bakal berhadapan tuduhan berlapis di Mahkamah Tangerang yang akan dipenjara enam bulan jika didapati bersalah. Prita sebelum ini juga memaklumkan jika rayuan bagi menolak hukuman denda itu diterima beliau akan menggunakan wang dikutip untuk menubuhkan yayasan bagi membantu mereka yang senasib dengannya.


Ada 884 Komentar Untuk Artikel Ini.
Di Facebook, nama Prita juga turut mendapat perhatian ramai.

No comments: